Rabu, 14 Juli 2010

DBS-DFI PELUANG CERDAS MEMBUKA CAKRAWALA



SANDANG PANGAN PAPAN DAN………….??
Orang butuh sandang, bukan saja sekedar untuk menutupi aurat dan pantas,melindungi tubuh dari sengatan matahari dan terpaan angin bahkan juga menjadi simbol status social
Orang butuh pangan, bukan saja sekedar untuk memenuhi kebutuhan dasar demi kelangsungan hidup, tetapi bahkan untuk meningkatkan kualitas hidup sehat.
Orang butuh papan, bukan saja sekedar untuk berlindung dari sengatan panas matahari dan guyuran hujan dan angin, bahkan juga untuk meningkatkan kualitas hidup sehat dan juga menjadi symbol status social.
Manusia modern ternyata tidak cukup 3 macam kebutuhan pokok itu, tetapi juga dituntut untuk selalu belajar, menambah dan meningkatkan pengetahuannya agar kualitas hidup semakin tinggi. PENDIDIKAN menjadi kebutuhan pokok berikutnya.
Tidak berhenti sampai disitu, kemajuan teknologi,mobilitas dan dinamika kehidupan yg semakin tinggi , menuntut kebutuhan pokok yang lebih. INFORMASI DAN KOMUNIKASI menjadi kebutuhan pokok berikutnya.
Itu semua, pada batas tertentu menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi, mau tidak mau, suka tidak suka, bahkan bisa tidak bisa.
Meski “hanya sekedar” memenuhi kebutuhan dasar, itupun tidak bisa didapat dengan gratis, apalagi kalau menginginkan lebih hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar.
Dibutuhkan sarana dan prasana yang mahal. Memang terasa ironis dan paradoksal. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup dibutuhkan sarana dan prasarana. Orang harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang cukup, fasilitas dan uang yang cukup, baru orang bisa mencapai “kesempurnaan” hidup. Sebaliknya untuk mendapatkan kesempatan meraih fasilitas dan uang yang cukup dibutuhkan sarana dan prasarana yang cukup. Jadi seperti lingkaran yg tak berujung pangkal.
Singkatnya untuk mendapatkan uang kita butuh sarana, untuk mempunyai sarana kita butuh uang.
Untuk memecah kebuntuan kuncinya adalah IKHTIAR CERDAS. Yaitu usaha untuk mensiasatinya dan berdoa kepada Illahi.
DBS menawarkan IKHTIAR CERDAS itu.
Nantikan penjelasan selanjutnya.

http://www.online-dbs.com/?id=mastok

Senin, 29 Maret 2010

Pulsa Murah

Paling tidak, kita bisa deposit pulsa untuk dipakai sendiri dg harga sangat murah untuk digunakan sendiri. Caranya sangat mudah, tanpa biaya sepeserpun. sangat Praktis, dan kalo iseng2 mau jual pulsa kita masih bisa ambil untung. Kunjungi :

http://www.pulsagram.com/indexCN037638.htm



Selasa, 09 Maret 2010

Asal Usul Orang Jawa (edisi1)


Pulau Kalimantan atau juga disebut Pulau Borneo, orang Jawa menyebutkan sebagai Nusa Bruney

Nun dahulu kala, penduduk desa Tanjung Matalayur Nusa Bruney bagian selatan (sekarang: Kalimantan Selatan ), yang tinggal disepanjang Pesisir Teluk Sampit, serta dikiri kanan Kali Sampit bagian hilir, terjadi wabah penyakit yang sangat dahsyat. Konon, orang-orang Sampit percaya kalau itu diakibatkan oleh Setan Blarutan Sogokweteng yang murka dan memangsa penduduk tanpa pandang bulu. Banyak sekali orang2 yang meninggal, terutama anak2 kecil yang lagi senang2nya bermain.

Penduduk yang masih hidup amat sangat dicengkam ketakutan yang luar biasa. Mereka kemudian pada mengungsi, menghindar mencari selamat.

Dibawah pimpinan seorang tokoh yang sangat mereka segani yang bernama Kie Seng Dhang, seseorang yang di tuakan, yang mumpuni dan sangat banyak pengalamannya dan luas pengetahuannya yang didapatkannya dari pengembaraan yang pernah ia jalani, mereka bersama-sama mengembara dengan berlayar menyeberangi Samudera Bruney kearah selatan.

Mereka percaya bahwa satu-satunya jalan agar bisa terhindar dari murka sang Setan Blarutan Sogokweteng, adalah dengan cara berlayar menyeberangi samudera, karena sang setan takut dengan samudera (maklum setan darat, jadi takut sama laut, hehe..). sang setan Blarutan Sogok Weteng takut kuwalat Bathari Hwa Ruh Na, ratunya Jim Samudera.

Setelah berlayar mengarungi lautan selama sepuluh hari sepuluh malam, bersamaan dengan terbitnya fajar diufuk timur, tampaklah oleh mereka bayangan daratan dengan puncak gunungnya.

Maka merapatlah mereka dipantai yang sunyi tapi terasa damai, dan indah pemandangannya. Satu tempat yang dikemudian hari dikenal sebagai Lasem dengan gunungnya yang bernama gunung Argopura (Ngargopura), dahulunya disaat itu bernama Gunung Nusa Kendheng.

Wilayah itu sekarang dikenal sebagai wilayah ex Karesidenan Pati Propinsi Jawa Tengah

Kala itu,tiga ratus tahun sebelum masehi yang lalu bentuk geografi P.Jawa tidak seperti sekarang ini. Wilayah tempat dimana Kie Seng Dhang beserta pengikutnya mengungsi, merupakan daratan yang terpisah dari pulau Jawa Dwipa, daratan tersebut mereka sebut sebagai Nusa Kendheng ( Perhatikan gamabar Peta Jawa Dwipa )

Sejenak setalah perahu-perahu mereka merapat ditepian pantai, maka para awak perahu membuang sauh dan menambat perahu-perahu mereka. Tempat dimana mereka menambatkan perahu sekarang dinamakan desa Narukan dan Plawangan (dari asal kata palwa = perahu ).

Para perempuan, berebut turun dari perahu sambil membuang susur tepes jambe ( kebiasaan perempuan-perempuan dari Sampit Nusa Bruney adalah makan sirih, untuk membersihkan bibir dan gigi sehabis makan sirih mereka menggunakan yang namanya susur, kala itu susur mereka buat dari tepes atau kulit buah pinang /jambe ) dengan kepercayaan bahwa mereka membuang apes/sial yang terbawa dari tempat asal mereka ). Nyi Seng Dhang (istri Kie Seng Dhang) membuang tanah/debu yang dia bawa dari bumi Sampit, dia taburkan di sepanjang pesisir bumi Argo Nusa Kendheng, kemudian sembahyang berdoa dan sujud mencium bumi Harapan, bumi dan angkasa Pertiwi, Bumi Nusa Kendheng. Perempuan=[erempuan lainnya mengikutinya dan bersama-sama memanjatkan doa ‘ Semoga anak keturunan mereka yang pada mengungsi dari bumi Sampit ke bumi harapan yang baru ini selalu mendapatkan keselamatan dan kebahagian selamanya hingga anak cucu beranak pinak,menjadi bangsa yang baru di bumi Nusa Argo Kendheng ini”.

Rombongan pengungsi dari tanah Sampit Nusa Bruney yg dipimpin oleh Kie Seng Dhang tersebut kemudian babat alas, membuat daerah pemukiman sebagai tanah air mereka yang baru.

Sementara kaum perempuannya sujud berdoa, para kaum prianya menyusul naik ke daratan, dan dibawah pimpinan dan arahan dari Kie seng Dhang mencari tempat yang mereka anggap baik, dekat dari sumber air untuk tempat tinggal mereka selanjutnya.

Kie Seng Dhang dengan tertatih-tatih karena usianya yang sudah lanjut, di tuntun cucu perempuannya yang masih sangat muda berusia 12 tahun dan sangat cantik bak golek kencana bernama Nie Rah Kie, mereka menyusup kedalam semak belukar untuk mendapatkan tempat yang mereka anggap layak dan cocok.

Setelah mendapatkan tempat yang cocok, kie Seng Dhang memerintahkan pengikutnya untuk mulai babat alas, pohon-pohon dan semak-semak mereka babat, untuk mendapatkan tempat yang lega dan terang.

Pada saat itu, Nie Rah Kie yang medampingi kakeknya melihat bunga yang harum baunya dan berwarna putih bersih sangatlah indahnya. Sang Putri sangatlah terpesona melihatnya, kemudian mohon kepada kakeknya bahwa nanti kalau mereka sudah membuat rumah, dia pengin menanam bunga itu di halaman rumahnya dan oleh sang Putri kembang itu diberinya nama Kembang Melathi. Dan kembang Melathi ini dikemudian hari menjadi syarat penting untuk acara2 ritual orang Jawa yang tidak boleh ditinggalkan.

Kurang lebih empat bulan kemudian, hutan belukar itu sudah menjadi “perkampungan” yang indah dan nyaman , kala itu bertepatan dengan tibanya musim Labuh, yaitu musim dimana, tetumbuhan sedang berbuah lebat, umbi2an sudah saatnya untuk dipanen, membuat orang-orang merasa bahagia dan merasa tercukupi kebutuhan pangannya.

Setelah menjadi perkampungan yang nyaman bagi mereka, mereka memandang perlu untuk kemudian berkumpul dibalai desanya, untuk membuat kesepakatan tata tertib, tata raharja desa yang telah mereka rintis dibawah pimpinan Kakek Kie Seng Dhang.

Kesepakatan yang telah mereka ambil diantaranya adalah:

1. Mengangkat Kie Seng Dhang diwisuda menjadi Sesepuh dan Dhatu (raja) Tanjungputri seumur hidup dan berkuasa atas bumi Pegunungan dan Pesisir Ngargopura, mulai dari Pandhangan hingga Teluk Lodan yang pesisirnya berupa lautan pasir.

2. Bumi Nusa Kendheng diganti namanya menjadi “Tanah Jawi”. Jawi adalah Banteng betina yang sangat dikeramatkan oleh orang Lingga.

3. Kita sekalian sekarang sudah bukan lagi orang Sampit, tetapi sudah menjadi manusia baru dan berganti nama menjadi Orang Jawa. Dengan keinginan ingin mencontoh watak Jawi (banteng betina) yang jawa banget (penuh kasih sayang, penuh pengertian, dan sangat perhatian) terhadap anak-anaknya. Jadi tanahnya disebut Tanah Jawi dan orangnya disebut Orang Jawa/Wong Jowo.

4. Mereka sepakat untuk memperingati tahun dimana mereka awal mulanya menjadi Orang Jawa dinamakan tahun Jawa Hwuning, dimana tahun jawa Hwuning 1 adalah 230 tahun sebelum Masehi. Dilambangkan dengan sebuah patung batu hitam seukuran manusia berujud Kie Seng Dhang sedang jongkok diujung desa sebelah timur Gunung Tunggul. Para tetua diwajibkan mengenakan kalung yg terbuat dari rambutnya sendiri yang di pilin dan digantungi bandul yang terbuat dari Batu jae Wilis sebesar kelingking dan dibuat mirip dengan arca/patung Kie Seng Dhang.

Mereka berkembang biak dan yang kemudian hari menjadi cikal bakal komunitas baru : Ras Suku Jawa ( Wong Jowo ) menjadi nenek moyang Wong Jowo sekarang ini.

Untuk memperingati asal usulnya Kie Seng Dhang itu dari desa Tanjung Matalayur, Teluk Sampit bumi Nusa Bruney pesisir selatan, maka desa cikal bakal yang ditempati Kie Seng Dhang seanak turunnya kini kemudian dinamakan desa Tanjungputri. ( sekarang menjadi desa Tanjungsari, Kecamatan Pandhangan/Kragan Kabupaten Rembang Kars Pati Jawa tengah ).

Untuk selanjutnya menarik di simak, siapakah Kie Seng Dhang beserta pengikut2nya yg berasal dari Sampit. Darimanakah sebenarnya mereka berasal?

Juga dimanakah letak kawasan tempat mereka mendarat pertama kali dari pengungsiannya yang disebut sebagai Nusa Argo Kendheng?

Mudah2an pada edisi berikutnya akan terjawab.

( Hikayat/kisah ini bersumber dan disadur dari Alangalangkumitir.wordpress.com )

Minggu, 07 Maret 2010

Sarapan Pagi


Bismillahirrohmanirrohiem
Assalamu'alaikum.wr.wb
Selamat Pagi
Salam Sejahtera.
Pagi, sang Fajar baru saja menyingsingkan rona merahnya di ufuk timur,kicau burung menghiasi pagi nan masih basah oleh hujan yang turun semalam. Lumayan segar udara pagi ini, mending segar setelah di"bersih"kan oleh guyuran hujan semalam.
Pagi ini ga ada agenda penting yang harus aku lakukan,satu2nya agenda hari ini 'nunggu' "warung".
Selepas menikmati sedikit segarnya udara pagi,selepas mandi....teman hidup setia menyediakan secangkir kopi panas dan nasi goreng sarapan pagi.
Sembari menikmati kopi panas, aku buka internet... selepas chek inbox email,aku browsing dan.. gak tahu kok tergerak ingin membuat blog.
Dan.... jadilah aku disini,sekarang ini,dalam keadaan begini..lihat-lihat sana-sini.
Selamat pagi... songsong mentari pagi.. rajut asa diri.
Selamat pagi... langkah awal mengisi hari.
Jangan biarkan mentari berlalu,tanpa arti
Walau begitu..jangan berarti asa putus,seiring tenggelamnya mentari di senja hari.
Karena esok sang Fajar pasti datang lagi...menemani menggapai asa.

Wassalam.

Anak memiliki zamannya



Anak mempunyai jamannya sendiri, rasanya tidak pas untuk mempertentangkan apalagi memaksakan kehendak kepada anak sekarang dg referensi jaman dulu, jamannya bapak,ibu apalagi kakek nenek.
jaman telah berubah dg cepatnya, bahkan sangat cepat berkat kemajuan teknologi, biarkan anak mengembangkan diri menyesuaikan dengan " kemajuan jaman ".
Orangtua boleh bangga dengan masa lalunya, tetapi anak2 tidak boleh terpenjarakan oleh masa lalu, mereka adalah milik masa kini dan masa depan. Bukan milik masa lalu!!!
Anak bukan robot apalagi boneka, mereka adalah sosok pribadi individu yg dinamic

Orangtua hanya sebatas menyiapkan dan menemaninya agar anak2 "mantap" menyongsong dan mengisi jamannya.

namun demikian, anak2 dan termasuk kita sekalian memang tidak boleh melupakan sejarah, apalagi mengkhianatinya.
Oleh karena itulah ada ungkapan "ojo lali sangkan paraning dumadi" , " jangan sekali-kali melupakan sejarah".
Oleh karena itu pulalah, hati2 kita sebagai orang tua untuk tidak meninggalkan terlalu banyak catatan2 buruk dlm sejarah yang akan menjadi bacaan anak2 kedepan.

memang wajib hukumnya anak2 menghormati, ngajeni, dan "mikul duwur" orangtua.

Kewajiban berikutnya setelah menta’ati Alloh dan Rosul-Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana disebutkan dalam hadits :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ ص قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : الصَّلاَةُ عَلَى مِيْقَاتِهَا , قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ , قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Dari ‘Abdulloh bin Mas’ud ra : “Aku bertanya kepada Rosululloh saw : “Amalan apakah yang paling utama ?” Beliau menjawab : “Sholat tepat pada waktunya.” Aku bertanya : “Kemudian apa ?” Beliau menjawab : “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya : “Kemudian apa lagi ?” Beliau menjawab : “Berjihad di jalan Alloh.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )

tetapi bukan berarti kita orang tua berhak menuntut dan memaksa anak untuk menghormati kita. Penghormatan kpd orangtua akan muncul sendiri karena itu memang fitrah, sepanjang orangtua memang "layak" dimata anak2 untuk dihormati.

Kewajiban dan sekaligus hak orang tua adalah menyajikan sebanyak mungkin contoh pilihan beserta alasan2nya, serta contoh teladan sehingga menjadi rangkaian sejarah yang akan dibaca oleh anak2.
Selebihnya anak-anak yang akan mengapresiasi sekaligus menjadikannya pustaka hidupnya kedepan.

Sebenarnyalah meski tekstur, warna dan corak setiap jaman tidak sama, tetapi kita bisa rangkai itu menjadi sebuah hamparan mozaik kehidupan satu dinasti yg indah permai.

Biarlah anak2 merenda jamannya sebagaimana kita orang tua juga telah dan sedang merendanya